Hari-hari ini, pemerintah
Indonesia sedang gerah, galau dan gamang. Apa pasal? Hari Minggu (4/3/2012)
lalu, Media Indonesia (MI) menurunkan judul berita utamanya, “Indonesia Peringkat
Ke-1 Pengunduh, Pengunggah Situs Porno”. Siapapun pasti akan mengatakan bahwa
hal itu merupakan “prestasi yang luar biasa” bagi Negara berpenduduk mayoritas
muslim sekaligus muslim terbanyak secara kuantitas di dunia.
Disebutkan MI, kini, Indonesia
bertengger di peringkat satu dunia dalam jumlah pengunduh dan pengunggah situs
porno. Urutannya sebagai berikut; Indonesia, India, Malaysia, Yunani, Turki,
Italia, Filipina, Slovakia, Kanada dan Amerika Serikat.
Untuk internal Indonesia sendiri,
terdapat sepuluh wilayah (provinsi) sebagai penggemar pornografi. Yaitu;
Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Yogyakarta, Kalimantan
Timur, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jakarta (Jabodetabek).
Dari sepuluh wilyah tersebut, ternyata ada juga sepuluh Kota Besar sebagai
penggemar pornografi. Yaitu; Makassar, Madiun, Semarang, Denpasar, Malang,
Medan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Palembang, Samarinda, dan Surabaya.
Mayoritas pengunduh masih berusia
remaja, yakni pelajar SMP dan SMA. Pertengahan Januari lalu, Indonesia masih
menduduki urutan ketiga setelah China dan Turki. Humas Kemenkominfo Gatot
Dewabrata hanya bisa mengakui pemblokiran situs porno saat ini masih lemah.
Pemblokiran tersebut masih dapat ditembus. "Belum pernah ada operator
dapat memblokir 100% situs porno", akunya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menuding Kemenkominfo tidak serius bekerja. "Tidak disediakannya dana
secara cukup dalam perencanaan anggaran tahunan oleh menteri bersangkutan
menunjukkan menteri dan jajarannya tidak serius menangani bahaya
pornografi," kata Wakil Sekjen MUI Pusat Tengku Zulkarnaen.
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kalimantan Selatan, terjadi peningkatan drastis kasus seks bebas di
kalangan remaja Kota Banjarmasin. Tercatat angka persalinan usia remaja
melonjak dari 50 kasus pada 2010 menjadi 235 kasus pada 2011. Kasus kehamilan
tidak diinginkan juga naik dari 35 kasus menjadi 220 kasus. Itu di Kota
Banjarmasin. Seperti apa yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan?
Jika telusuri sedikit ke belakang
(Antara, 24/6/2010), berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Gerakan
"Jangan Bugil Depan Kamera (JBDK) selama 2010, masyarakat Indonesia berada
pada urutan keempat di dunia yang suka membuka internet untuk situs pornografi.
Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia berada pada urutan ketiga dari
beberapa negara di Asia setelah Vietnam, Kroasia dan beberapa negara Eropa
lainnya.
Berdasarkan data dari
www.toptenreviews.com (Hidayatullah, Juni 2008), Indonesia ada pada urutan
ke-3, yang pengguna internetnya suka membuka situs porno, setelah Vietnam dan
India. Tak kalah mengejutkan, setiap hari rata-rata dua video porno diproduksi
di Indonesia. Video-video amoral itu bukan dibuat oleh produser ahli, bahkan
yang membuat justru anak-anak remaja yang biasa menggunakan telepon genggam.
Video itu lalu disebarluaskan melalui internet dan dikopi secara tular-menular
melalui handphone (HP). Karenanya jangan heran, jika anak-anak SMP dan SMU
dengan mudah memutar video porno melalui HP tanpa sepengetahuan orangtua atau
guru-guru mereka.
Budaya Indonesia?
Pornografi-pornoaksi dan
seksualitas ibarat dua sisi dari satu koin. Di satu sisi, norma dan nilai yang
dilekatkan pada individu (aspek rekreasi) yang bersifat spesifik secara sejarah
dan budaya. Sedangkan di sisi lain, sifat alamiah manusia (fungsi
biologis-prokreasi). Sikap masyarakat Indonesia terbuka terhadap seksualitas
yang mempunyai akar sosiokultural yang berubah dari waktu ke waktu. Setidaknya,
hal ini bisa dilihat jejaknya dari Kakawin Arjunawiwaha (Mpu Tantular) dan
Serat Centhini (Paku Buwono V). Kedua karya besar itu eksplisit menunjukkan
secara terbuka karena aktivitas seksual dipandang sebagai hal alami.
Penelitian Schurhammer
membuktikan, di Sulawesi Utara pada masa pra-Islam, perzinahan dengan perempuan
yang belum menikah diperbolehkan, tetapi jika perzinahan dilakukan dengan
perempuan yang telah terikat perkawinan, dikenai hukuman mati.
Sementara itu, di Bali, Hirschfeld menemukan,
hampir semuanya, tanpa kecuali, perempuan dewasa dan remaja bertelanjang dada
sampai pusar, sedangkan perempuan kecil telanjang bulat. Mereka dengan bangga
menunjukkan keindahan dada. Dr Kruse, dokter berwarga negara Jerman yang lama
berpraktik di Bali, menuliskan dalam bukunya, hanya pelacur yang menutup dada
mereka untuk membangkitkan rasa penasaran dan memikat laki-laki meski pendapat
ini perlu diuji kebenarannya lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar