Sabtu, 31 Maret 2012

Hasil Rapat Sidang Paripurna BBM (30 MAret 2012)


Hasil Rapat Paripurna BBM 30 Maret  2012, info malam Sabtu (jumat malam) yaitu  Hasil Sidang Paripurna BBM 30 Maret  2012, nah akhir akhir ini lagi marak berita Kenaikan BBM, apalagi Tgl 30 Maret 2012 para Pengunjuk Rasa memadati kantor DPR di jakarta, untuk menunggu Hasil Sidang Paripurna BBM 30 Maret  2012 dan bertindak Anarkis dengan merusak fasilitas di sekitar kantor DPR seperti pagar dan tembok . tindakan yang cukup disayangkan, menunjukan kebrutalan warga indonesia saat ini. Hasil Rapat Paripurna BBM 30 Maret  2012.

Hasil Rapat Paripurna 30 Maret 2012, Hasil Sidang Paripurna 30 Maret 2012

Sidang Paripurna yang berlangsung tegang, sampai sekarang ini belum mendapatkan keputusan, ini pastinya membuat rakyat semakin marah karena hasil keputusan yang di tunda terus menerus, Sidang paripurna yang dilakukan demi menyikapi  Pasal 7 ayat 6A yang berbunyi :

    "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 5 persen dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung".

Dan dari rangakaian sidang yang telah di lakukan sebelumnya terdapat beberapa fraksi yang PRO dan Kontra dengan kenaikan harga BBM ini. diantaranya yaitu.

Partai yang menerima kenaikan BBM diantaranya.

  • Fraksi PPP menginginkan kenaikan harga BBM dilakukan apabila harga minyak internasional 10% diatas asumsi harga minyak dalam APBN-P 2012,
  • Fraksi PKB 17,5%,
  • Fraksi PAN 15%,
  • Fraksi PKS 20%.
  • Fraksi Demokrat 5 %.


Di sisi lain ada juga partai yang menolak kenaikan BBM ini, diantaranya.

  • Fraksi Hanura
  • Gerindra
  • PDIP

Sekian info  Hasil Rapat Paripurna BBM 30 Maret  2012, semoga bermanfaat.

Dari hasil rapat paripurna BBM per 30 Maret 2012 dapat kita peroleh, Naik turunnya harga minyak dunia tidak dikendalikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam pengertian, pangaruh globallah yang membuat harga minyak dunia berfluktuatif. Barusan saja, 31 maret 2012, telah diputuskan melalui Rapat Dewan Paripurna DPR RI untuk memberi kuasa kepada Pemerintah Indonesia agar menyesuaikan harga BBM, apakah akan mempertahankan harga minyak seperti sekarang ini ataukah akan menaikkannya. Tepatnya, apabila dalam kurun waktu 6 bulan terjadi kenaikkan harga minyak dunia melebihi dari 15% maka Pemerintah berhak menaikkan harga BBM.

Satu hal yang penulis amati bahwa ada kelemahan dari keputusan final ini yaitu relatif mengabaikan aspek ketidakpastian (uncertainty). Spesifiknya yaitu harga minyak dunia dapat mengalami kenaikkan tapi juga dapat mengalami penurunan. Dalam istilah manajemen keuangan disebut sebagai rebound, dimana bantingan penurunan akan diikuti dengan pantulan tajam sehingga dalam grafik akan terlihat bergelombang, yaitu ada titik atas dan bawah. Apalagi dari hasil rapat tersebut tidak sebutkan kenaikkan harga minyak dunia yang dilihat tersebut 6 bulan kedepan atau 6 bulan kebelakang (lieur kieu nyieun keputusan the).

Mengapa ada kelemahan, karena ketika harga minyak dunia mengalami peningkatan dalam 6 bulan seperti yang ditetapkan dalam sidang Paripurna DPR RI hari ini maka otomatis harga BBM akan meningkat. Hanya saja, apabila setelah kenaikkan dan terjadi bantingan harga minyak dunia setelahnya maka akan menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian perekonomian. Logikanya adalah ketika harga minyak dunia naik maka akan mendorong biaya-biaya langsung, tidak langsung dan biaya overhead perusahaan/organisasi sehingga dalam kalkulasi biaya akan meningkatkan harga jual (price). Dan ketika harga minyak dunia mengalami penurunan maka otomatis pemerintah relatif akan mengikuti dengan menurunkan harga BBM. Namun yang menjadi permasalahannya adalah semua itu hanyalah kalkulasi di atas kertas dan bukan pada kenyataannya. Dengan kata lain, aplikasinya akan sulit dilakukan karena mekanisme bisnis tidak dapat diubah dalam sekejap seperti membalikkan telapak tangan.

Spesifiknya yaitu keputusan pemerintah untuk menurunkan harga BBM tidak serta merta akan diikuti oleh penurunan biaya produksi sehingga harga tetap akan meningkat. Dalam istilah ekonomi biasanya disebut sunk cost dan hal ini akan berakibat pada penurunan sektor rill juga. Karena para pelaku usaha tetap akan mempertahankan harga tinggi, menimbang biaya yang dikeluarkan untuk membiayai produksi terlanjur telah tinggi. Dalam artian, tidak mudah melakukan penyesuaian aktivitas perekonomian yang terkritalkan dalam keputusan menaikkan harga lalu akan menurunkannya lagi, dengan kata lain, semua itu butuh tahapan dan tidak mudah. Oleh karena itu, keputusan sidang Paripurna DPR RI hari ini perlu mempertimbangkan rencana-rencana strategik guna menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat, yakni bagaimana rencana aksi (plan of action) untuk memberi solusi ketika terjadi situasi tersebut.

Tidak hanya itu saja, toh kalau pun harga minyak dunia tetap meningkat dan tidak mengalami rebound maka pemerintah juga tetap memiliki pekerjaan rumah (PR) yaitu bagaimana membuat kebijakan-kebijakan proaktif yang mendorong tetap survivenya usaha-usaha dari para pelaku usaha. Menimbang, kenaikkan harga BBM biasanya akan menimbulkan inflasi dan mendorong harga meningkat untuk memperoleh profit usaha. Dengan kondisi harga yang meningkat relatif akan menyulitkan pelaku usaha untuk bersaing dengan pesaing-pesaingnya, karena harga yang meningkat akan menggeser konsumen berpindah mengkonsumsi produk-produk pesaing. Dengan demikian, keputusan tentang menaikkan atau pun menurunkan BBM tetap saja menyisakan pekerjaan rumah yang mulai hari ini perlu dikerjakan atau di perhatikan oleh pemerintah untuk dicari solusinya, dan apabila pemerintah tidak berhasil menemukan solusi yang tepat maka akan menimbulkan persoalan baru. Dan salah satu persoalan baru tersebut, adalah persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh para pelaku usaha kepada pekerjanya.

Logikanya adalah ketika harga BBM meningkat dan biaya pun relatif meningkat, maka bagi perusahaan yang memiliki kecukupan modal tidaklah terlalu bermasalah, hanya saja bagi perusahaan yang tidak memiliki kecukupan modal maka akan menimbulkan masalah. Lebih spesifiknya yaitu ketika biaya meningkat, dan pelaku usaha dituntut untuk mempertahan harga maka salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan membuat keputusan mem-PHK pekerjanya. Dan seperti yang diketahui bahwa mem-PHK satu orang pekerja saja dapat menimbulkan efek berantai. Tepatnya adalah dengan mem-PHK seorang pekerja maka pendapatan orang tersebut akan hilang, dan apabila dirinya memiliki tanggungan keluarga maka secara otomatis keluarga itu pun akan kehilangan sumber pendapatan. Pertanyaannya adalah bagaimana apabila terjadi PHK pada 10 orang, 100 orang dan lebih dari 1000 orang? Bukankah akan memicu penurunan produktivitas perekonomian dan juga menimbulkan kesengsaraan bagi pekerja tersebut beserta keluarganya? Akhir kata, sekali lagi bahwa keputusan Rapat Paripurna DPR RI kemarin malam sangat menyisakan pekerjaan rumah yang tak mudah diselesaikan. Selamat direnungi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar