Hasil Rapat Paripurna BBM 30
Maret 2012, info malam Sabtu (jumat
malam) yaitu Hasil Sidang Paripurna BBM
30 Maret 2012, nah akhir akhir ini lagi
marak berita Kenaikan BBM, apalagi Tgl 30 Maret 2012 para Pengunjuk Rasa
memadati kantor DPR di jakarta, untuk menunggu Hasil Sidang Paripurna BBM 30
Maret 2012 dan bertindak Anarkis dengan
merusak fasilitas di sekitar kantor DPR seperti pagar dan tembok . tindakan
yang cukup disayangkan, menunjukan kebrutalan warga indonesia saat ini. Hasil
Rapat Paripurna BBM 30 Maret 2012.
Hasil Rapat Paripurna 30 Maret
2012, Hasil Sidang Paripurna 30 Maret 2012
Sidang Paripurna yang berlangsung
tegang, sampai sekarang ini belum mendapatkan keputusan, ini pastinya membuat
rakyat semakin marah karena hasil keputusan yang di tunda terus menerus, Sidang
paripurna yang dilakukan demi menyikapi
Pasal 7 ayat 6A yang berbunyi :
"Dalam hal harga rata-rata minyak
Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami
kenaikan atau penurunan lebih dari 5 persen dari harga minyak internasional
yang diasumsikan dalam APBN-P tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk
melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung".
Dan dari rangakaian sidang yang
telah di lakukan sebelumnya terdapat beberapa fraksi yang PRO dan Kontra dengan
kenaikan harga BBM ini. diantaranya yaitu.
Partai yang menerima kenaikan BBM
diantaranya.
- Fraksi PPP menginginkan kenaikan harga BBM dilakukan apabila harga minyak internasional 10% diatas asumsi harga minyak dalam APBN-P 2012,
- Fraksi PKB 17,5%,
- Fraksi PAN 15%,
- Fraksi PKS 20%.
- Fraksi Demokrat 5 %.
Di sisi lain ada juga partai yang
menolak kenaikan BBM ini, diantaranya.
- Fraksi Hanura
- Gerindra
- PDIP
Sekian info Hasil Rapat Paripurna BBM 30 Maret 2012, semoga bermanfaat.
Dari hasil
rapat paripurna BBM per 30 Maret 2012 dapat kita peroleh, Naik turunnya harga
minyak dunia tidak dikendalikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam pengertian,
pangaruh globallah yang membuat harga minyak dunia berfluktuatif. Barusan saja,
31 maret 2012, telah diputuskan melalui Rapat Dewan Paripurna DPR RI untuk
memberi kuasa kepada Pemerintah Indonesia agar menyesuaikan harga BBM, apakah
akan mempertahankan harga minyak seperti sekarang ini ataukah akan
menaikkannya. Tepatnya, apabila dalam kurun waktu 6 bulan terjadi kenaikkan
harga minyak dunia melebihi dari 15% maka Pemerintah berhak menaikkan harga
BBM.
Satu hal yang penulis amati bahwa
ada kelemahan dari keputusan final ini yaitu relatif mengabaikan aspek
ketidakpastian (uncertainty). Spesifiknya yaitu harga minyak dunia dapat
mengalami kenaikkan tapi juga dapat mengalami penurunan. Dalam istilah
manajemen keuangan disebut sebagai rebound, dimana bantingan penurunan akan
diikuti dengan pantulan tajam sehingga dalam grafik akan terlihat bergelombang,
yaitu ada titik atas dan bawah. Apalagi dari hasil rapat tersebut tidak
sebutkan kenaikkan harga minyak dunia yang dilihat tersebut 6 bulan kedepan
atau 6 bulan kebelakang (lieur kieu nyieun keputusan the).
Mengapa ada kelemahan, karena
ketika harga minyak dunia mengalami peningkatan dalam 6 bulan seperti yang
ditetapkan dalam sidang Paripurna DPR RI hari ini maka otomatis harga BBM akan
meningkat. Hanya saja, apabila setelah kenaikkan dan terjadi bantingan harga
minyak dunia setelahnya maka akan menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian
perekonomian. Logikanya adalah ketika harga minyak dunia naik maka akan
mendorong biaya-biaya langsung, tidak langsung dan biaya overhead
perusahaan/organisasi sehingga dalam kalkulasi biaya akan meningkatkan harga
jual (price). Dan ketika harga minyak dunia mengalami penurunan maka otomatis
pemerintah relatif akan mengikuti dengan menurunkan harga BBM. Namun yang
menjadi permasalahannya adalah semua itu hanyalah kalkulasi di atas kertas dan
bukan pada kenyataannya. Dengan kata lain, aplikasinya akan sulit dilakukan
karena mekanisme bisnis tidak dapat diubah dalam sekejap seperti membalikkan
telapak tangan.
Spesifiknya yaitu keputusan
pemerintah untuk menurunkan harga BBM tidak serta merta akan diikuti oleh
penurunan biaya produksi sehingga harga tetap akan meningkat. Dalam istilah
ekonomi biasanya disebut sunk cost dan hal ini akan berakibat pada penurunan
sektor rill juga. Karena para pelaku usaha tetap akan mempertahankan harga
tinggi, menimbang biaya yang dikeluarkan untuk membiayai produksi terlanjur
telah tinggi. Dalam artian, tidak mudah melakukan penyesuaian aktivitas
perekonomian yang terkritalkan dalam keputusan menaikkan harga lalu akan
menurunkannya lagi, dengan kata lain, semua itu butuh tahapan dan tidak mudah.
Oleh karena itu, keputusan sidang Paripurna DPR RI hari ini perlu
mempertimbangkan rencana-rencana strategik guna menyelesaikan pekerjaan rumah
(PR) yang cukup berat, yakni bagaimana rencana aksi (plan of action) untuk
memberi solusi ketika terjadi situasi tersebut.
Tidak hanya itu saja, toh kalau
pun harga minyak dunia tetap meningkat dan tidak mengalami rebound maka
pemerintah juga tetap memiliki pekerjaan rumah (PR) yaitu bagaimana membuat
kebijakan-kebijakan proaktif yang mendorong tetap survivenya usaha-usaha dari
para pelaku usaha. Menimbang, kenaikkan harga BBM biasanya akan menimbulkan
inflasi dan mendorong harga meningkat untuk memperoleh profit usaha. Dengan
kondisi harga yang meningkat relatif akan menyulitkan pelaku usaha untuk
bersaing dengan pesaing-pesaingnya, karena harga yang meningkat akan menggeser
konsumen berpindah mengkonsumsi produk-produk pesaing. Dengan demikian,
keputusan tentang menaikkan atau pun menurunkan BBM tetap saja menyisakan
pekerjaan rumah yang mulai hari ini perlu dikerjakan atau di perhatikan oleh
pemerintah untuk dicari solusinya, dan apabila pemerintah tidak berhasil
menemukan solusi yang tepat maka akan menimbulkan persoalan baru. Dan salah
satu persoalan baru tersebut, adalah persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK)
oleh para pelaku usaha kepada pekerjanya.
Logikanya adalah ketika harga BBM
meningkat dan biaya pun relatif meningkat, maka bagi perusahaan yang memiliki
kecukupan modal tidaklah terlalu bermasalah, hanya saja bagi perusahaan yang
tidak memiliki kecukupan modal maka akan menimbulkan masalah. Lebih spesifiknya
yaitu ketika biaya meningkat, dan pelaku usaha dituntut untuk mempertahan harga
maka salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan membuat keputusan mem-PHK
pekerjanya. Dan seperti yang diketahui bahwa mem-PHK satu orang pekerja saja
dapat menimbulkan efek berantai. Tepatnya adalah dengan mem-PHK seorang pekerja
maka pendapatan orang tersebut akan hilang, dan apabila dirinya memiliki
tanggungan keluarga maka secara otomatis keluarga itu pun akan kehilangan
sumber pendapatan. Pertanyaannya adalah bagaimana apabila terjadi PHK pada 10
orang, 100 orang dan lebih dari 1000 orang? Bukankah akan memicu penurunan
produktivitas perekonomian dan juga menimbulkan kesengsaraan bagi pekerja
tersebut beserta keluarganya? Akhir kata, sekali lagi bahwa keputusan Rapat Paripurna
DPR RI kemarin malam sangat menyisakan pekerjaan rumah yang tak mudah
diselesaikan. Selamat direnungi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar